Friday, February 17, 2017

[FANFICTION] Eomma (Mother) - Part 2 END


Title : Eomma [2nd Shoot / END]~~~Ketika Dua Negara Korea Saling Memusuhi~~~
Cast : Do Kyungsoo (EXO) || Do Minsae (OC) || Do Shinra (OC) || And Other
Length : TwoShoot (±1200 words)
Genre : Family, Sad, Hurts, Angst (ga yakin berhasil), etc.
Rate : 9+
Author & Cover : ChocoYeppeo
Disclaimer : Ini FF imajinasiku sendiri. Gaada yang ikut campur disini. Jangan plagiat, because kalo dosa ntar ditanggung sendiri. :"v


–—–––––Eomma—––––––
++ChocoYeppeo Present++
♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫
Dapatkah teriakan putus asa kita didengar?
Kami terus menahan mereka melalui semua yang telah kami alami
Bahkan ketika kegelapan menemukan kami di jalan tak berujung
Kami selalu di sisi masing-masing, berjalan bergandengan tangan
♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫
"KU MOHON BERHENTI SEKARANG JUGA! KELUAR DARI RUMAHKU! Apakah kau tidak pernah mengerti perasaan orang-orang yang tertindas seperti kami saat ini? Bagaimanakah rasanya disakiti baik raga mau pun jiwanya? Apakah kau tidak pernah memikirkan bagaimana jika kau yang berada di dalam posisi kami? Di dalam posisi orang yang tertindas? Apakah kau sudah tidak memiliki rasa iba lagi? Apakah kau melupakan bagaimana keadaan keluargamu yang berjuang sendiri tanpamu seperti kami yang berjuang tanpa seorang ayah? APAKAH KAU TIDAK MEMIKIRKAN BAGAIMANA SAKITNYA KAMI???!!! BAGAIMANA TAKUTNYA KAMI???!!! Ku mohon. Ini yang terakhir. Aku lelah. Aku lelah. Berkali-kali kami diperlakukan semena-mena. Berkali-kali kami tergores belati. Berkali-kali tamparan melayang di wajah kami. Berkali-kali kami terhempas oleh senjata kalian. Tidakkah kalian memiliki rasa peri kemanusiaan lagi? Tidakkah kalian, kalian para sekutu yang berasal dari negara yang sempat menjadi satu dengan kalian itu, merasakan bagaimana penderitaan kami? HENTIKANLAH SIKSA-SIKSA INI SEKARANG JUGA. Kami lelah. Benar-benar tidak sanggup menghadapi hal-hal sejenis ini lagi. Kami mencoba tetap semangat, kami mencoba tetap kuat. Tapi itu hanya tampak luar saja. Bagaimana perasaan kami? Itu sakit. Tidakkah kau memikirkannya???... ITU SAKIITT!!!!! Hiks... Hiks..."
Aku melihat nyata. Yeodongsaengku keluar dari tempatnya sembunyi. Wajahnya benar-benar merah. Tak lupa, air matanya telah mengguyur pipi yang tak persalah itu. dia berlari, menghadap orang biadab itu. Entah apa yang dia pikirkan tadi sehingga sekarang dia berani melakukan ini. Apakah ini yang pertama kalinya dia menghadapi orang-orang bengis seperti itu? jawabannya adalah I.YA.
Sedetik kemudian, dengan sigap aku menarik yeodongsaengku ke pelukanku. Aneh sekali. Bersamaan dengan itu, orang yang benar-benar kejam itu keluar dari rumahku tanpa meninggalkan suatu pesan apa pun. Aku cukup bersyukur karena dia telah pergi dari kediamanku dengan keluarga kecilku ini. Akan tetapi, di sisi lain, aku mingkin telah menangis sekeras-kerasnya, karena...ibuku.
"Ibu, kau... kau tak mengapa?" tanyaku lirih. Tentunya perasaanku sedang tidak baik sekarang. Ditambah lagi, yeodongsaengku yang terus menangis di dekapanku.
"Ah, ambilkan kain di dapur nak. Jangan lupa air hangatnya juga. Aku tidak apa-apa. Sebentar lagi aku akan sembuh. Kalian tidak perlu khawatir denganku. Hehe. Aku tidak pantas untuk dikhawatirkan. Apalagi aku yang tadi gagal melindungi kalian. Seharusnya aku meminta maaf kepada kalian. Aku terlalu lemah." Ya, ibu masih tetap mencoba tersenyum kepadaku dan adik perempuanku. Bahkan tidak hanya tersenyum, tetapi terkikik. Meski pun dengan keadaannya yang sekarang bisa dikatakan...tidak bisa diharapkan lagi, tapi dia...
Terimakasih ibu.
Aku memang tak pantas menjadi pelindungmu.
Hanya kau lah yang pantas disebut pahlawan.
Luka, di sekujur tubuhmu.
Bukanlah penghalang semuanya.
Kau bahkan tidak takut menghadapi kematian demi kami, anak-anakmu.
Bisakah aku membalas salah satu dari kasihmu?
Ku mohon, satu saja.
Aku tidak pantas menjadi anakmu jika aku saja tidak bisa membalas apa yang telah kau berikan kepadaku selama bertahun-tahun.
Sejak aku ada, mungkin aku selalu merepotkanmu.
Ibu, 날사랑해요...
"Ini. Apakah aku bisa membantu?" ucapku sekembalinya dari dapur seraya menyuguhkan sebaskom air hangat dan juga satu kain berwarna putih. Sepertinya tidak pantas dikatakan putih lagi, karena kain itu benar-benar nampak kumal. Warnanya sedikit kecokelatan. Ada bercak-bercak yang aku tidak ketahui bercak apa itu. mungkin itu karena lama sudah tidak dipakai. Pasalnya, kain itu aku temukan di nakas kecil pojok dapur yang memang di sana sudah terdapat sarang laba-laba.
"Tidak perlu. Sudahlah. Kau ini tidak perlu memasang wajah cemas seperti itu." canda ibuku. Kenapa bercanda? Apakah dia tidak kesakitan?
'Kalian adalah obat penyembuh yang paling mempengaruhiku. Aku hidup karena kalian para malaikat kecilku. Aku bertahan karena kalian. Aku adalah seorang wanita yang tidak bertanggung jawab jika aku pergi meninggalkan kalian dalam keadaan yang tidak aman seperti ini. Aku sangat berterimakasih kepada kalian. Tanpa kalian, mungkin aku sudah tidak bisa bertahan di dunia yang kejam ini.' Batin ibuku yang saat ini sedang sibuk membersihkan sedikit darah yang ada di sekitar perutnya. Bajunya pun pada bagian perutnya sudah berubah warna menjadi merah darah. Apakah itu tidak kejam?!
"Ibu...tidak akan...pergi 'kan?" ku dengar ucapan itu melayang begitu saja dari mulut yeodongsaengku. Aku menoleh ke arahnya. Dia menangis. Sekarang indera penglihatanku sedang menahan air matanya. Rasa takutku datang. Ku mohon. Tuhan... jangan ambil ibuku. Aku mencintainya...
"Hahaha... kau ini bicara apa hm? Tentu aku tidak akan pergi sayang..." balas ibu sembari tersenyum kecut. Tangannya mengacak gemas rambut Shinra. Meski saat ini dia sedang sedikit tertawa, tapi aku tahu bagaimana rasanya terkena benda tajam yang dibawa orang menyebalkan tadi. Itu sakit. Bahkan sangaaattt sakit. Ibu, kau sangat kuat! Aku bangga padamu!
"Nah, sudah selesai. Sakitnya tidak terasa lagi sekarang," ucap ibu seraya bangkit dan membawa baskom berisi air hangat tadi ke dapur. "Ibu seperti ini.....berkat kalian.." lirihnya sambil berjalan.
Aku dan adikku tersenyum haru. Apakah semua ibu di dunia ini seperti itu? jika iya, ku mohon, Tuhan, bahagiakan seluruh ibu di dunia ini dengan keluarganya...
"Ibuuu!!!" seruku dan yeodongsaengku sambil berlari menyusul ibu ke dapur kemudian mendekap tangan ibu setelah ibu meletakkan baskom tadi ke tempat cuci piring. Aku yang kanan, dan Shinra yang kiri. Terasa hangat. Aku tidak ingin melepaskan ini. Sungguh tidak ingin.
"Ya! Kalian ini." Kekeh ibu.
Aku dan yeodongsaengku bergelayutan mengikuti arah jalan ibu. Telapak tangannya kami genggam kuat seakan di sana ada sebuah perekat super yang tidak dapat lepas lagi. Kami benar-benar ingin bersama ibu...selamanya. terutama aku. Ingin rasanya aku membayar semuanya apa yang telah ibu berikan kepadaku.
Bau darah segar masih sedikit tercium dari perut ibu. Tapi ku lihat, dia tidak mengeluh sekata pun.
Aku, Shinra, dan Ibu, berjanji agar saling melengkapi. Tidak akan pernah ada yang pergi jauh. Tidak akan pernah ada yang menghilang. Semoga kami selalu bersama.
'Tuhan, jagalah ibuku.' Batinku. Tidak terasa terasa air mataku hampir menetes. Akan tetapi, aku masih berusaha pempertahankannya agar tetap berada pada tempatnya.
'Tuhan apakah yeodongsaengku ini harus menjadi dewasa sebelum waktunya? Bahkan dia masih perlu pendidikan.' Batinku lagi. Shinra nampak kurang terdidik sekarang. Sudah tertinggal berapa kali dia untuk sekolah? Pasti dia juga teramat sangat merindukan canda tawa teman-temannya. Dan mungkin...teman laki-lakinya.
'Tuhan. Kau boleh mengambilku jika hidupku ini sudah tidak berguna. Akan tetapi, ku mohon. Biarkanlah aku tetap bernafas jika aku memang masih berkewajiban menjadi kepala keluarga dari mereka.'
'Tuhan. Selesaikanlah semua masalah di bumi ini. Aku tidak ingin semua orang tersiksa. Aku ingin mereka semua hidup bahagia.'
"Oppa, kau tidak menikah?" celetuk Shinra yang langsung memukul keras semua pikiranku tanpa disadarinya.
"Menikah? Ya itu ide yang bagus!" sambar ibu sambil terkekeh geli. Ya, masih dengan kedua tangannya yang diborgol oleh anak-anaknya itu.
"Aku tidak akan menikah jika aku harus meninggalkan kalian..." jawabku penuh kepastian.
Secara tiba-tiba, ibu melepaskan tangan kami yang tadinya bergelayutan. Matanya berlinang. Memeluk kami dengan erat. Terdapat beberapa isakan di dalamnya. Aku, Shinra, Ibu, saling membanjiri pipi masing-masing. Seakan kami hendak berpisah. Tetapi tidak! Sekali lagi tidak! Kami menumpahkan segala jenis kesedihan milik kami saat ini juga. Kesedihan yang telah lama kami pendam sedalam-dalamnya di dalam hati mungil kami. Saling memeluk, menggenggam tangan yang terasa dingin.
KAPAN NEGERI INI AKAN DAMAI?!
–—–––––Eomma—––––––
++ChocoYeppeo Present++
Ibu, maafkan aku. Aku harus pergi.
Mungkin aku bisa dibilang aneh karena aku berpamitan kepada orang yang masih tertidur lelap. Jauh sebelum fajar datang tentunya.
Tekadku sudah bulat. Aku akan pergi mengikuti pertempuran ini.
–—–––––Eomma—––––––
++ChocoYeppeo Present++
♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫
Mengapa tidak ada jawaban?
Mengapa kita diam-diam bersembunyi begitu lama
♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫♪♫
Ku kira, aku beruntung karena setelah kurang lebih hampir 1 hari penuh ini aku masih bisa selamat. Meskipun sekarang tubuhku penuh luka, tapi sebuah kehidupan sudah lebih dari cukup bagiku.
CKLEK
Aku masuk ke tempat pengap ini lagi. Ke rumahku.
"Oppa!" yeodongsaengku lari terbirit-birit menuju aku yang saat ini sedang meletakkan semua perlengkapan berperangku. Yeodongsaemgku menarik tanganku kuat dan mengajakku segera ke tempat yang lebih dalam.
"Haaahh?" aku menarik nafasku panjang.
"Eomma!" aku memangkunya. Memangku tubuh yang telah terkulai itu. dengan sedikit suara isakanku dan Shinra.
Eomma, kenapa kau meninggalkan kami? Bagaimana dengan janji kita? Bagaimana kami bisa berjalan ke masa depan tanpamu lagi? Tanpa orang tua?
"EOMMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
.
.
.

END~
more stories : chocoyeppeo

No comments:

Post a Comment